Thursday, June 25, 2009

Masihkah Kau Mencintaiku


Terimakasih untuk televisi yang memberikan inspirasi untuk judul artikel saya.


Sahabatku. Masihkah kalian ingat janji yang terucap saat memadu kasih saat berpacaran dulu? Begitu indahnya janji yang terucap kala itu. Janji yang menjadikan kalian berdua kini bersatu dalam indahnya ikatan pernikahan. Dan masihkah sahabat ingat doa apa saja yang kalian minta kepada Alloh, Tuhan yang Satu, Tuhan yang Maha Mengabulkan Doa Baik. Masihkah kalian ingat sahabatku?


Cinta, begitu banyak analogi tentangnya. Jika saya ibaratkan ia (cinta) sebagai benih tanaman yang akan menumbuhkan buah/hasil yang manis lagi menyenangkan, maka benih itu haruslah secara teratur kita siram, kita beri ia pupuk yang terbaik, kita rawat dengan cara terbaik kita. Bahkan kesungguhan kita dibutuhkan untuk merawat dan membesarkannya agar ia tumbuh dan terus tumbuh dengan hebatnya.


Untuk sahabatku yang sedang gelisah dalam pernikahannya. Sudahkah sahabat merawat benih (cinta) itu dengan komitmen seperti waktu kalian dahulu berpacaran? Dalam janji suci yang kalian ikrarkan di hadapan banyak orang?


Kunci Kebahagiaan


Sahabat. Kebahagiaan itu lahir dari pengertian yang baik. Pengertian yang baik terhadap apapun yang dihadirkan Alloh Ar-Rohmaan kepada kita. Kebahagiaan tidak di dapatkan dengan sendirinya, namun ia diusahakan oleh pribadi yang hatinya penuh rasa syukur. Kebahagiaan itu tempatnya di hati, dan hanya pribadi-pribadi yang selalu memenangkan hatinya lah yang akan mendapatkan kebahagiaan. (kutipan: mario teguh)


Sahabat. Lihatlah wajah di cermin itu, lihatlah sosok yang penuh dengan kegelisahan di cermin itu. Diri yang sedang merasa resah, takut, dan bersalah setiap harinya.


Untuk sahabatku yang kini menjadi seorang Suami dan Ayah bagi anak-anaknya


Dulu kita berpikir, bahwa orang yang ada disamping tempat kita tertidur adalah manusia terindah yang kita pilih untuk mendampingi kita, menjaga dan mendidik anak-anak kita. Masihkah sahabat ingat janji dan sumpah yang diikrarkan bersamanya? Namun, mengapa kini rasa itu berubah atau bahkan mungkin menghilang?


Apakah kini dia tidak lagi seperti yang dulu? Apakah kini dia telah berubah? Menjadi terlalu gemuk dan tua di hadapanmu? Apakah kini dia tidak lagi secantik seperti pertama kali engkau menikahinya? Perubahan fisik apa saja yang dapat engkau lihat sebagai kekurangannya kini? Hingga hakikat janji, doa, ucap sayang dan cinta tak lagi mampu engkau ucapkan kepadanya? Katakan kepada diri yang ada di cermin itu, coba engkau katakan kepadanya!


Astaghfirulloh al ‘adhim. Astaghfirulloh al ‘adhim. Astaghfirulloh al ‘adhim.


Sahabatku. Apakah kalimat janji, cinta dan sayangmu hanya bernilai saat fisiknya terlihat indah di matamu? Apakah nilai dari cintamu kepadanya telah berubah, berkurang? Apakah dia, yang telah mengorbankan nyawanya untuk melahirkan, merawat dan membesarkan anak-anakmu tak lagi bernilai di hatimu, kini? Istighfarlah sahabatku.


1, 2, 3 tahun berlalu tanpa masalah berarti. Kini, saat usia pernikahan kalian beranjak ke tahun 10 ujian itu datang. Tapi tahukah sahabat, bahwa Alloh yang Maha Agung hanya memberikan ujian kepada hamba-Nya dengan tujuan yang baik? Tidaklah Dia memberikan cobaan berupa kekurangan harta, kehilangan jiwa, dan sebagainya selain untuk memuliakan kita!


Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqoroh:155)


Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. al-An’aam:59)


Bila Komunikasi Visual tak Lagi Berjalan


Saya teringat waktu SMA dulu, pernah membaca buku yang memberikan alternatif komunikasi melalui surat. Pernahkah terlintas dalam pikiran kita bahwa terkadang hati yang rindu dengan rasa nyaman, tenang dan bahagia ini sangat sulit untuk disampaikan. Dan ternyata ungkapan hati bisa kita sampaikan melalui tulisan.


Mungkin masalah kita saat ini datang karena komunikasi yang tidak tersampaikan dengan bahasa pengertian yang baik. So, mengapa kita tidak mencobanya dengan bahasa komunikasi selain visual. Surat misalnya. Caranya:


1. Tulis sebanyak dan se-detail mungkin dari sikap, perilaku, ucapan yang kalian tidak sukai dari pasangan masing-masing.

2. Tulis sebanyak dan se-detail mungkin tentang harapan, keinginan, yang pernah terlintas dalam pikiran, terucap dalam doa kepada dia.


Namailah surat itu dengan nama yang unik, seperti; Suara Hati, atau Suara Hati seorang Istri/Suami, dan lain sebagainya. Selanjutnya, temuilah dia dan bicarakan tentang apa saja yang sudah kalian tulis. Ingat, disini komitmen kalian sangat diperlukan. Komitmen untuk memperbaiki komunikasi, keharmonisan rumah tangga, dan komitmen untuk kebahagiaan bersama tentunya. Dan yang paling penting bahwa apapun keputusan kita, ada kepentingan yang jauh lebih besar, keinginan yang lebih besar, yaitu anak kalian!


Kemana kan Kau Bawa Aku (anakmu) Ayah, Ibu?


Sahabat. Siapakah yang paling menderita dengan perceraian? Anak, jawabnya. Siapakah yang paling berhak untuk memilih mana yang baik bagi seorang anak selain dirinya? Kalian jawab sendiri.


Anak. Adalah anugrah yang begitu indah, yang diberikan, di amanahkan Alloh kepada kita. Dialah berkah dari Alloh yang menjadikan kita seperti sekarang. Karena Kebesaran Alloh lah, kita diberikan anak. Karena anak juga Alloh yang Maha Luas Rizkinya menitipkan semua yang kita miliki, sekarang. Lalu, masihkah kalian berdua berkata bahwa kebahagiaan kalian karena kalian aja!


Siapa yang Harus Memulai Dahulu Memperbaiki Diri?


Sahabatku. Apakah kalian berpikir bahwa dengan perceraian akan membawa kebahagiaan kepada kalian berdua? Sebagai suami, sahabat berpikir bahwa masalah yang ada saat ini adalah salah si istri. Atau mungkin sedikit salah sahabat sebagai suami. Jika memang merasa bersalah, mengapa sahabat ingin lari dari rasa bersalah itu? Betapa pengecutnya sahabat jika demikian! Coba sebutkan berapa banyak kesalahan istri? Lalu sebutkan seberapa banyak kekurangan dan ketidakmampuan shabat untuk menjadi suami yang baik? Sebagai pemimpin bagi istri, dan ayah bagi anak-anak? Sering ketidakmampuan kita sebagai pemimpin, pembimbing, teladan, bagi istri dan anak-anak kita tidak dijadikan alasan untuk MEMPERBAIKI DIRI! Tapi justru kita takut, dan marah jika dikatakan demikian! Istighfarlah sahabatku. Istighfar.


Kita lebih sering mengharapkan istri kita untuk berubah, memperbaiki diri. Namun bagaimana dengan sahabat sendiri? Ketahuilah bahwa, tidak ada satupun yang dihadirkan Alloh yang Maha Agung kepada kita yang bersifat mutlak, dan selamanya! Bahkan kesenangan dan kebahagiaan di dunia ini pun berfsifat sementara. Dan semua masalah, cobaan, ujian yang dihadirkan saat ini adalah pintu yang diberikan oleh-Nya untuk kita menuju tempat yang jauh lebih indah, lebih mulia, lebih baik! “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan..” (QS. al-Insyirah: 5)


Jika ada janji baik dari Alloh yang Maha Menepati Janji. Maukah kalian bersama-sama menjalani ujian dari-Nya untuk janji baik dari-Nya itu? Harus mulai dari apa, dari mana, dari kapan? Mengapa tidak memulai memperbaiki diri dari diri kita sendiri, dari yang paling mudah, dari mulai saat ini. Karena apapun masalah, cobaan, dan ujian hanya akan dapat diselesaikan dengan mengembalikan ia (masalah itu) kepada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam. Kembalikan hati ini kepada fitrahnya yang cenderung kepada Kebaikan.



Salam dan Senyum,

.:MasGagah:.

http://www.masgagah80.blogspot.com/

YM: masgagah80

Aliyah Zaharani Putri

Aliyah Zaharani Putri