Monday, November 10, 2014

Ketika Kematian Menjadi Tamu Anda

Oleh Muhammad Rizki

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, “Pergunakanlah lima kesempatan sebelum datang yang lima lainnya. Mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum fakirmu, luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al Hakim)

Sekarang renungkanlah, dimana orang-orang yang dulunya angkuh berjalan diatas bumi? Dimana orang-orang yang dulunya bergelimang dalam harta? Dimana mereka-mereka yang dulunya memegang jabatan tinggi dengan congkak mengotori tanah-tanah bumi? Dimana mereka-mereka para ulama? Dimana mereka para orang-orang shaleh? Tidak lain, mereka menuju ke satu tempat yang sama, yaitu kuburan! Dan kita akan menyusul mereka. Jadi alangkah dungunya seseorang yang lalai bersama orang-orang yang lalai akan kematian, padahal kematian selalu mengintainya! Anda tentu sudah mendengar berita-berita kematian di tempat anda masing-masing, dan tidak jarang kita mendengar seseorang yang kita lihat sehat dan segar bugar, keesokannya meninggal. Tidak jarang juga kita lihat pemuda-pemuda tangguh meninggal dengan cepat.

Jika kita tahu demikian, kenapa kita masih lalai dalam fatamorgana dunia? Kenapa kita lalai dari mengingat kematian, kenapa kita lupa kepada kematian namun kematian selalu ingat kepada kita. Jika ditanya, apakah anda sudah siap pergi dari dunia ini sekarang? Apa yang akan anda jawab? Kalau saya akan menjawab belum siap, karena saya merasa bekal saya masih sedikit, kalaupun bekal saya sudah banyak, apakah ada yang bisa menjamin bekal tersebut sudah diridhai Allah, sudah diterima Allah?

Nikkn Bisyr bin Manshur berkata kepada Atha' As Sulaimi “Wahai Atha', kenapa engkau bersedih? Beliau menjawab, “Kematian siap menjemputku, kuburan adalah rumahku. Di hari kiamat aku berdiri menghadap, di atas nereka jahannam jalanku meniti shirath, dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat Rabbku kepadaku.” Kemudian ia mengambil nafas panjang dan tidak sadarkan diri.

Hasan Al Bashri berkata “Selayaknya selalu bersedih orang yang mengetahui bahwa kematian pasti menghampirinya, hari kiamat adalah hari yang ditunggu, dan berada di hadapan Allah adalah peristiwa yang pasti dia lalui di hari kiamat.”

Saya merenungi apa yang menyebabkan sebagian dari kita lalai dari mengingat kematian. Tentu penyebab utamanya adalah dunia, iya dunia. Mereka telah dibutakan dengan kemewahan dunia, keindahan isi dunia, seolah-olah mereka akan hidup selamanya. Mereka sibuk mencari harta dunia, lalu menghabiskannya bersama orang-orang lalai yang lainnya, sehingga hati mereka menjadi hati yang keras, tidak peka lagi akan berita-berita kematian. Yang ada di dalam hati mereka adalah dunia, dunia dan dunia.

Mereka juga tertipu dengan kesehatan mereka, mereka merasa sehat, dan mereka beranggapan kematian masih lama untuk menghampiri mereka, mereka mengira kematian itu hanya menjemput orang-orang yang sakit-sakitan, tapi lihatlah faktanya, berapa banyak yang hari ini sehat, kemudian mendadak nyawanya melayang. Sekarang kita dengarkan penuturan dari ulama kita Al Imam Ibnul Jauzy, beliau berkata:

Seakan-akan kamu digerogoti umurmu, diserang penyakit dan hilang segala keinginan dan harapan, apabila kehancuran telah memperlihatkan ketertarikannya.

Penglihatan menjadi kabur, dan suara berhenti. Tidak mungkin mengetahui yang telah hilang tatkala Malaikat Maut turun menjemputmu, lalu mengeluarkan ruh dan membawamu pergi.

Kamu merasakan kepedihan yang begitu hebat, sungguh mengeherankan apa yang kamu hadapi, seakan jamu dicekoki racun hitam sehingga terasa teriris-iris menjadi beberapa bagian.

Ruh telah mencapai kerongkongan, kamu tidak dapar membedakan antara yang luhur dari yang rendah, kamu tidak tahu waktu meninggal apa yang akan kamu jumpai, kita berlindung kepada Allah, kita berlindung dari keburukan.

Kemudian mereka membungkusmu dengan kain kafan dan membawamu kerumah pembusukan, karena aib buruk dan kedunguan, apabila yang dikasihi telah ditelan tanah, kamu akan hancur berkeping-keping dalam kubur.

Para kerabat meninggalkanmu dan pergi berlalu, membagi habis hartamu dan mengadakan jamuan, dan paling-paling mereka hanya bisa meneteskan air matanya rintik-rintik.

Mereka memasang kunci dan berbelanja barang-barang, mereka lupa mengenangmu hal yang dikasihi mereka sesaat setelah itu, sedang kamu tetap disana sampai terjadi kiamat, kamu tidak mendapatkan tempat berlindung dan berteduh.

Kemudian, kamu bangkit dari kuburmu sebagai gembel, yang tidak memiliki harta sepeserpun, kamu dibebani dosa yang mencengangkan, seandainya kamu melakukan kebaikan sekalipun sedikit tentu bisa dijadikan sebagai tempat bersandar dan berlindung.

Matahari  berulang kali terbenam sedang hatimu kosong, berapa kali kegelapan menurunkan tirainya sedang kamu termangu-mangu, berapa banyak kenikmatan diberikan kepadamu namun kamu ikut berperan dalam kemaksiatan, berapa lembar catatan amal dipenuhi dosa-dosamu, berapa kali temanmu yang dirampas ( mati ) mengingatkanmu namun kamu terus bermain-main.

Hai yang tenang-tenang saja berdiam di dunia, sedang pedati telah dipasang, sadarlah dari mabuk kepayangmu sebelum penyesalanmu terhadap segala kekurangan, ingatlah saat menuruni giliranmu dan terpisah dari kerabat, bangkitlah dari tidur nyenyak, dan katakanlah  “Saya bertaubat“ lekaslah raih keutamaan-keutamaan sebelum hilang kesempatan, karena kusir memacu dengan cepat, unta-unta tak kenal lelah dan kematian terus mencari.

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini.” (Qaaf: 22)

Betapa indah nasehat dari Imam kita tersebut. Maka saat ini bayangkanlah dibenak anda siksa-siksa kubur, bagaimana reaksi anda jika anda tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari malaikat di alam kubur nanti? Bagaimana sikap anda ketika tahu anda ditemani oleh seorang yang buruk rupanya, tidak menyenangkan dan menyiksa akan kehadirannya? Itulah amal buruk anda ketika di dunia. Namun semua itu belum terjadi pada anda, sebelum itu terjadi, maka ubahlah semua kebiasaan buruk kita, sadarlah dan bangkitlah dari ketepurukan. Selalu waspada, kematian akan selalu mengincar. Wallohu’alam bish showab.

No comments:

Aliyah Zaharani Putri

Aliyah Zaharani Putri